Kemlu RI Buka Suara soal Singapura Tolak UAS dan Sebut Ekstremis
19 Mei 2022, 16:19:41 Dilihat: 255x
Jakarta, Universitas Narotama -- Kementerian Luar Negeri Indonesia buka suara usai Singapura menolak masuk Ustaz Abdul Somad (UAS) dan menyebut ekstremis serta menyebarkan segregasi.
"Begini, kalau kita lihat sebenarnya dalam praktik negara selama ini, negara - berdasarkan yurisdiksi dan ketentuan hukum yang berlaku di negaranya - bisa saja menerima seseorang masuk ke wilayah teritorial nasional berdasarkan berbagai pertimbangan," ujar Juru Bicara Kemlu, Teuku Faizasyah, dalam konferensi pers rutinan secara virtual pada Kamis (19/5) saat dimintai tanggapan soal UAS yang disebut ekstremis oleh Singapura.
"Dan, kita tak selalu tahu apa pertimbangan tersebut. Jadi apakah kita harus kemudian diminta memberi penjelasan? Tidak selalu," ia melanjutkan
Lebih lanjut Faizasyah menerangkan, Indonesia juga memiliki aturan keimigrasian sendiri yang berhak memutuskan siapa saja yang bisa masuk dan tidak ke wilayah negara ini.
Selama Januari hingga 17 Mei 2022, Indonesia juga menolak 452 WNA di bandara Soekarno-Hatta dengan berbagai alasan keimigrasian.
"Tidak ada presedennya kita harus menjelaskan yang ada di ketentuan keimigrasian. Demikian juga apa yang terjadi sesuai pertanyaan [UAS yang dianggap ekstremis]," tegas Faizasyah.
Menyoal kasus UAS, menurutnya KBRI Singapura sudah berusaha memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang terkena masalah di negara lain.
"Di manapun perwakilan kita, kita akan mencoba memberi bantuan WNI kita yang menghadapi masalah," imbuh dia.
UAS menjadi perhatian publik usai mengklaim dirinya dideportasi Singapura.
Pernyataan ini, ia sampaikan melalui media sosial Instagram pada Selasa (17/5).
"UAS di ruang 1x2 meter seperti penjara di imigrasi, sebelum dideportasi dari Singapore," tulisnya di Instagram.
Ia mengaku pergi ke Singapura untuk berlibur bersama keluarga dan sahabatnya. Setiba di negara itu keluarga dan sahabatnya diperkenankan masuk. Namun, seorang petugas menarik UAS. Padahal, kata dia, mereka sudah melengkapi seluruh dokumen.
Menanggapi insiden yang menimpa UAS, KBRI Singapura mengatakan penceramah itu bukan dideportasi melainkan ditolak masuk atau not to land.
Mereka kemudian mengirim nota diplomatik ke Kementerian Luar Negeri Singapura untuk meminta penjelasan lebih lanjut.
Tak lama setelahnya, Kementerian Dalam Negeri Singapura buka suara dengan menyebut UAS ekstremis dan menyebarkan segregasi. Sikap yang demikian tak bisa diterima di wilayah yang multiras dan multi agama.