Jakarta, Universitas Narotama -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa Taliban dan sekutunya membunuh lebih dari 100 mantan pejabat dan personel keamanan Afghanistan, juga orang-orang yang membantu pasukan internasional.
Dalam laporan yang dilihat AFP, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa pembunuhan ini masih terus terjadi meski Taliban mengumumkan akan mengampuni mantan pejabat dari rezim sebelumnya. Taliban mengumbar janji itu setelah merebut kekuasaan Agustus 2021 lalu.
"UNAMA [Misi Bantuan PBB di Afghanistan] masih menerima berbagai laporan pembunuhan, penghilangan paksa, dan pelanggaran lain terhadap individu-individu tersebut," kata Guterres dalam laporan yang dilihat AFP pada Minggu (30/1) itu.
PBB kemudian mengungkap bahwa dari sekitar 100 laporan yang mereka terima, lebih dari dua pertiganya merupakan "pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh penguasa de facto atau sekutunya."
Mereka juga melaporkan, "Pembela hak asasi manusia dan pekerja media juga terus menjadi korban serangan, intimidasi, pelecehan, penahanan tak sesuai hukum, perlakuan tak baik, dan pembunuhan."
Selain itu, laporan PBB tersebut juga menyoroti upaya Taliban untuk meredam demonstrasi damai. Mereka juga membahas kekurangan akses perempuan untuk mendapatkan pekerjaan dan edukasi.
"Semua sistem sosial dan ekonomi terputus," kata Guterres.
Menurut PBB, Afghanistan sedang dalam bencana kemanusiaan. Bencana ini kian parah setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus 2021 lalu.
Setelah Taliban berkuasa, sejumlah pihak menangguhkan bantuan ke Afghanistan, padahal selama ini negara itu bergantung pada uluran tangan internasional. PBB memperkirakan nyaris setengah populasi Afghanistan saat ini mengalami kekurangan pangan.
Keadaan semakin parah karena Taliban terus melakukan pelanggaran HAM terhadap warga. Setiap hari, warga harus hidup dalam ketakutan.