Kepala Sekolah AS Mundur usai Suruh Anak Kulit Hitam Berlutut
27 Maret 2021, 09:00:01 Dilihat: 274x
Jakarta -- Seorang kepala sekolah di institusi pendidikan Katolik di New York, Amerika Serikat, akhirnya mengundurkan diri usai memicu kontroversi karena menyuruh siswa kulit hitam meminta maaf sambil berlutut.
CNN melaporkan bahwa kepala Sekolah St. Martin de Porres Marianist itu mengundurkan diri pada pekan lalu, setelah orang tua siswa kulit hitam yang dimaksud, Trisha Paul, menyambangi sekolah itu untuk menyampaikan protes.
Pihak sekolah kemudian mengonfirmasi kabar tersebut melalui pernyataan pada Rabu (24/3). Melalui pernyataan itu, mereka juga mengumumkan kehadiran kepala sekolah baru yang merupakan ibu dari alumni St. Martin de Porres.
"Kepemimpinan St. Martin de Porres Marianist akan terus menyelidiki insiden tersebut untuk memastikan masalah itu tidak terulang lagi dalam bentuk apa pun," demikian pernyataan St. Martin de Porres Marianist.
Pernyataan itu berlanjut, "Sangat penting untuk memastikan kepada murid, orang tua, dan fakultas bahwa insiden ini tidak menggambarkan nilai penghormatan individu yang selama ini kami junjung."
Kepada CNN, Paul bercerita bahwa ia pertama kali mengetahui ada yang janggal dengan anaknya sekitar bulan lalu. Saat itu, anaknya terlihat murung sepulang sekolah.
Anaknya akhirnya menceritakan kejadian di sekolahnya. Ternyata, anaknya dibawa ke kantor kepala sekolah karena kedapatan mengerjakan tugas kelas literatur di jam yang seharusnya digunakan untuk membaca.
Sang guru kemudian mengambil tugas anak Paul dan merobeknya. Anak itu lantas dibawa ke ruangan kepala sekolah. Di sana, kepala sekolah itu menyuruhnya meminta maaf sambil berlutut.
"Saya langsung diliputi dengan berbagai macam emosi," tutur Paul.
Beberapa hari kemudian, kepala sekolah memanggil Paul untuk membicarakan komuni pertama anaknya. Paul pun memanfaatkan kesempatan itu untuk membahas masalah anaknya.
"Saya bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Dia mulai bercerita tentang satu keluarga Afrika yang menjadi murid di sekolah itu beberapa tahun lalu," kata Paul.
Kepala sekolah itu bercerita bahwa orang tua dari anak Afrika itu pernah menyuruhnya meminta maaf dengan "cara Nigeria" yaitu dengan berlutut.
"Saya kehabisan kata-kata. Saya tidak paham kaitannya. Saya sangat sedih dan kecewa," kata Paul.
Masih emosi, Paul akhirnya memutuskan untuk kembali ke St. Martin de Porres Marianist dan berbicara dengan kepala sekolah. Lagi-lagi, sang kepala sekolah menceritakan hal yang sama, kali ini menyebut minta maaf itu "cara Afrika."
Ia lantas menegaskan bahwa sang kepala sekolah "mempermalukan dan merendahkan anak saya." Namun, ia merasa tidak didengarkan.
Paul akhirnya memutuskan anaknya agar tak usah menghadiri kelas tatap muka, hanya melalui pertemuan virtual.
"Dia menjadi sangat pendiam. Caranya berinteraksi dengan semua orang - keluarga, teman - sudah berubah. Dia sedih. Dia punya banyak pertanyaan. Dia berupaya menahannya," katanya.
Kini, Paul sendiri sudah mendengar kabar mengenai pengunduran diri kepala sekolah. Ia berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran.
"Saya yakin jika anak saya tak menceritakan insiden ini, semuanya akan berlalu begitu saja. Saya harap ada perubahan setelah dia mundur. Saya ingin ada perubahan. Saya ingin anak saya menjadi orang yang membuat perubahan," katanya.
Sumber cnnindonesia.com