Lawatan Menlu Myanmar, Kedutaan Thailand di Yangon Didemo
01 Maret 2021, 09:00:00 Dilihat: 256x
Jakarta -- Kedutaan Besar Thailand di Yangon didemo karena pemimpin negara itu menemui menteri luar negeri junta militer Myanmar.
Mereka mendesak pemerintah Thailand tidak membuat kesepakatan apapun atau mengakui rezim militer Myanmar sebagai pemerintah yang sah, dan membatalkan hasil pemilihan umum pada November 2020.
Dilansir Reuters, Rabu (24/2), para demonstran membawa spanduk dan poster bertuliskan Hormati pemilu kami dan Kami memilih NLD (Partai Liga Nasional untuk Demokrasi).
"Menteri Luar Negeri kami Aung San Suu Kyi," demikian isi slogan para demonstran di depan Kedutaan Besar Thailand di Yangon.
Unjuk rasa menentang pertemuan itu juga terjadi Bangkok. Para demonstran meminta pemerintah Thailand tidak membuat kesepakatan apapun dengan Menlu Myanmar.
Menurut sumber, Menteri Luar Negeri yang diutus junta militer Myanmar, Wunna Maung Lwin, dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-o-cha, dan Menlu Thailand, Don Pramudwinai.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, dilaporkan juga bertemu dengan Wunna di Bangkok. Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, menyatakan tidak mendapatkan informasi perihal pertemuan itu.
"Saya tidak ada informasi," kata Faizasyah saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
Indonesia, lanjut Faizasyah, terus berkomitmen untuk berkontribusi dan berkomunikasi dengan Myanmar. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia akan terus berkonsultasi dengan negara ASEAN lainnya membicarakan setiap perkembangan yang terjadi di Myanmar.
Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Min Aung Hlaing, mengkudeta pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint pada 1 Februari lalu. Alasan militer melakukan kudeta adalah menjaga amanat Undang-Undang Dasar 2008 dan sengketa hasil pemilihan umum.
Usai kudeta, Min sempat mengirim surat yang berisi meminta bantuan kepada Prayuth.
Prayuth mengatakan dia telah menerima surat dari pemimpin junta militer yang meminta bantuan untuk mendukung demokrasi di Myanmar.
"Kami mendukung proses demokrasi di Myanmar tetapi yang terpenting saat ini adalah menjaga hubungan baik karena berdampak pada masyarakat, ekonomi, perdagangan di perbatasan, terutama sekarang," kata Prayuth pada 10 Februari lalu.
Prayuth berkuasa setelah menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dengan kudeta pada 2014. Dia kemudian memenangkan pemilihan umum yang kontroversial pada 2019.
Sumber cnnindonesia.com