Pelapor PBB Kritik Pemerintah Soal Kualitas Udara Jakarta
16 November 2020, 09:00:50 Dilihat: 229x
Jakarta -- Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Special Rapporteur), David R. Boyd, mengirim surat pendapat keahliannya (Amicus Curiae) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menyatakan pemerintah Indonesia gagal memenuhi kewajiban untuk mengambil tindakan guna meningkatkan kualitas udara.
Surat yang dikirimkan Boyd terkait gugatan warga kepada tujuh pejabat negara atas pencemaran udara Jakarta yang prosesnya dinilai berjalan sangat lambat sejak 16 bulan lalu.
"Jakarta adalah salah satu ibu kota terbesar di dunia dan memiliki kualitas udara yang sangat buruk, meski pemerintah Indonesia telah mencantumkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat untuk warga negaranya dalam konstitusi dan undang-undang mereka," tulis Boyd dalam Amicus Brief-nya, seperti dikutip dari keterangan pers Tim Advokasi Koalisi Ibukota yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (16/11).
"Melindungi hak asasi manusia dari efek berbahaya polusi udara merupakan kewajiban konstitusional dan legislatif bagi pemerintah di Indonesia, bukan sebuah pilihan. Dengan hormat, saya sampaikan bahwa pemerintah Indonesia gagal untuk meningkatkan kualitas udara luar ruangan di Jakarta," lanjut Boyd.
Surat setebal 19 halaman itu dilaporkan telah diterima oleh PN Jakarta Pusat. Boyd menilai, kasus pencemaran udara Jakarta memiliki kepentingan global mengingat posisinya sebagai salah satu ibu kota terbesar di dunia.
Dalam surat itu, Boyd turut mengingatkan lima poin penting yang seharusnya digunakan pengadilan dalam menangani kasus pencemaran udara.
Pertama, akses keadilan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Kedua, bukti relevan berdasarkan penelitian ilmiah, tentang dampak buruk pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dan hak asasi manusia di Indonesia.
Ketiga, Boyd meminta negara melakukan kewajibannya di bawah hukum HAM internasional dari perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Keempat, mengenai yurisprudensi konstitusional komparatif dari negara lain untuk membantu menafsirkan hak atas lingkungan yang sehat dalam konteks polusi udara.
Kemudian poin kelima yakni setidaknya ada tujuh langkah kunci yang perlu dilakukan negara untuk memenuhi kewajiban atas hak warga untuk menghirup udara bersih.
Tujuh langkah itu adalah memantau kualitas udara dan dampaknya pada kesehatan, mengkaji sumber polusi udara, membuat informasi tersedia untuk umum, termasuk nasehat kesehatan masyarakat, menetapkan undang-undang, peraturan, standar, dan kebijakan kualitas udara.
Kemudian mengembangkan rencana aksi kualitas udara di tingkat lokal, nasional dan jika perlu tingkat regional
Menerapkan rencana tindakan kualitas udara dan menegakkan standar; serta evaluasi kemajuan dan, jika perlu, perkuat rencana untuk memastikan standar terpenuhi.
"Yang penting, di setiap tahap tersebut, negara harus memastikan bahwa publik mendapat informasi lengkap dan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Setiap upaya harus dilakukan untuk melibatkan perempuan, anak-anak, dan orang lain dalam situasi rentan yang suaranya terlalu sering dibungkam dalam proses kebijakan lingkungan," tutur Boyd.
Salah satu penggugat, Yuyun Ismawati, menyatakan Amicus Curiae dari Boyd sebagai pengingat kepada pemerintah untuk memenuhi kewajibannya.
"Kami senang UN Special Rapporteur David Boyd secara gamblang dan lugas menyampaikan Amicus Curiae yang menekankan kewajiban negara untuk memenuhi hak untuk hidup sehat warga negaranya," tukas Yuyun.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Tim Advokasi Koalisi Ibu Kota, Ayu Eza Tiara, yang mendampingi gugatan 32 warga tersebut mengatakan menyambut baik Amicus Curiae ini.
Ayu menuturkan tim kuasa hukum berharap surat dari utusan khusus PBB bisa menjadi pertimbangan serius bagi majelis hakim dalam memutus perkara ini, demi terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, terutama hak atas udara bersih.
"Sudah saatnya pemerintah lebih membuka mata pada data-data kondisi buruk kualitas udara yang telah begitu banyak tersaji baik di lingkungan nasional maupun internasional, daripada sibuk membela diri, ketika telah secara nyata kondisi udara yang ada saat ini membawa kerugian untuk masyarakat," ucap Ayu.
Sumber : cnnindonesia.com