Partai Demokrat menolak usul hak interpelasi terkait kebijakan pengetatan remisi dan bebas bersyarat bagi koruptor dan teroris. Interpelasi dinilai tak cocok digulirkan untuk mempersoalkan kebijakan Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum, Didi Irawadi Syamsudin, jika tetap dipaksakan mengajukan interpelasi, maka sama saja artinya anggota DPR berpihak pada koruptor. Padahal, ujarnya, pengetatan pemberian remisi bagi koruptor justru bertujuan untuk memberikan efek jera.
“Karena kejahatannya yang luar biasa, sangat layak kalau koruptor tidak berhak menikmati hak istimewa itu dengan gampang. Oleh karenanya, diatur lebih ketat. Jika ada pihak yang kemudian menolak itu, maka tidak diragukan lagi itu merupakan semangat membela koruptor,” kata Didi di Jakarta, Selasa 20 Maret 2012.
Hak interpelasi, kata dia, seharusnya digunakan apabila menyangkut isu strategis dan berdampak luas pada masyarakat. Misalnya mengenai kenaikan harga sembako yang tidak terjangkau masyarakat.
“Sementara jika interpelasi digunakan dalam kasus pengetatan remisi bagi koruptor, maka yang diperjuangkan jelas bukan masyarakat luas, namun hanya segelintir koruptor yang jelas-jelas telah mengkorup dan menjarah hak rakyat,” ujar anggota Komisi Hukum DPR itu.
Koruptor, kata dia, justru harus dijatuhi hukuman berat dan tidak perlu diberi remisi ataupun pembebasan bersyarat. Menurut Didi, kebijakan pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM tentang pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat telah sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Sementara Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri menyebutkan bahwa pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi wajib memperhatikan rasa keadilan masyarakat. “Saat ini sebagian masyarakat tak henti-hentinya menuntut pemerintah agar secara konsisten dan sungguh-sungguh memberantas korupsi,” papar Didi.
Menurutnya, kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor ini juga tak melanggar ketentuan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kebijakan itu selaras dengan ketentuan hukum internasional yang diatur melalui konvensi internasional tentang UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption) Tahun 2003 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.
Menurut UNCAC Tahun 2003, negara harus mempertimbangkan secara ketat pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi.
• VIVAnews