Anggota Tim Pengawas Century Akbar Faizal berpendapat jika Yawadwipa Companies berniat membeli Bank Mutiara (dulu Bank Century), maka perusahaan itu juga wajib membeli hutang bank itu di luar negeri.
“Kalau mau beli Bank Century, beli secara keseluruhan. Mau beli Bank Century bukan hal mudah,” kata Akbar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 9 Februari 2012. Akbar bahkan menilai Bank Mutiara tak layak dibeli dengan harga Rp6,7 triliun.
“Rp6,7 triliun kalau dibelikan Surat Utang Negara pada 2008 bisa dapat Rp300 miliar. Kita ongkang-ongkang kaki,” kata dia.
Yawadwipa, perusahaan yang baru berdiri pada 9 Januari 2012, memasang harga US$750 juta atau sekitar Rp6,75 triliun untuk membeli Bank Mutiara. Jumlah itu sama dengan dana penyelamatan pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan.
Akbar juga menuding adanya kepentingan politik dalam pembelian Bank Mutiara. “Ada pihak yang mau menutup kasus Bank Century dengan cara membelinya senilai bail-out kerugian negara,” kata dia.
Apapun, kata politisi Hanura itu, tetap harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kasus Century karena BPK dan DPR telah menyatakan ada kerugian negara yang ditimbulkannya.
Akbar menilai Bank Mutiara seperti api dalam sekam. “Bank ini bermasalah dari awal. Manajemen baru kebingungan, yang mau beli bank bermasalah,” kata dia.
• VIVAnews